MENGINGAT BAMBU
Masih ingat Bambu ?
Terbayang pada ingatan kita segerombolan tanaman tinggi berwarna hijau jauh dari perkampungan dan berada dipinggir sungai. Juga berwarna coklat di beberapa rumah kita atau di pos kamling dan kini populer di beberapa rumah penginapan yang bernuansa alami.
Dari sekitar 1.250 jenis bambu di dunia, 140 jenis atau 11% nya adalah spesies asli Indonesia. Orang Indonesia sudah lama memanfaatkan bambu untuk bangunan rumah, perabotan, alat pertanian, kerajinan, alat musik, dan makanan. Namun, bambu belum menjadi prioritas pengembangan dan masih dilihat sebagai “bahan milik kaum miskin yang cepat rusak”.
Berikut adalah beberapa fakta menarik tentang bambu…
- Sumberdaya terbarukan. Bambu dapat dipanen dalam waktu hanya 3-5 tahun dibandingkan dengan 20-50 tahun pada kebanyakan jenis kayu keras. Produksi biomasa bamboo diperkirakan sekitar 20-30 ton per hektar pet tahun.
- Berlimpah. Ada lebih dari 1.500 spesies di seluruh dunia, di Indonesia juga ditemukan lebih dari 100 jenis bambu yang hampir seluruhnya dapat dimanfaatkan.
- Lebih kuat dari baja. Jenis-jenis bamboo tertentu memiliki kekuatan tensil hingga 28.000 per inci, dibandingkan dengan baja yang memiliki tensil 23.000.
- Meningkatkan pendapatan petani. Bambu tumbuh di kawasan pedesaan dan kebanyakan dimiliki oleh petani miskin. Memanfaatkan bambu secara lestari dapat membantu menambah penghasilan petani.
- Rumah yang aman. Lebih dari satu miliar orang tinggal di rumah bambu. Dalam berbagai kejadian, rumah bambu terbuki tahan terhadap gempa bumi.
- Eksotis, indah. Bambu secara alami adalah bahan yang indah dan eksotis, dapat diaplikasikan menjadi berbagai macam produk yang bermanfaat..
Berikut beberapa jenis (spesies) bambu yang ditemukan tumbuh di Indonesia.
- Arundinaria japonica Sieb & Zuc ex Stend ditemukan di Jawa.
- Bambusa arundinacea (Retz.) Wild. (Pring Ori) di Jawa dan Sulawesi.
- Bambusa atra Lindl. (Loleba) di Maluku.
- Bambusa balcooa Roxb. Di Jawa.
- Bambusa blumeana Bl. ex Schul. f. (Bambu Duri) di Jawa, Sulawesi, dan Nusa Tenggara.
- Bambusa glaucescens (Wild) Sieb ex Munro. (Bambu Pagar; Cendani) di Jawa.
- Bambusa horsfieldii Munro. (Bambu Embong) di Jawa.
- Bambusa maculata (Bambu Tutul; Pring Tutul) di Bali.
- Masih banyak lagi .
Hermono Sigit, Asisten Deputi Pengendalian Kerusakan Ekosistem Perairan Darat Kementerian Lingkungan Hidup, menyampaikan pada satu kesempatan di Jakarta bahwa Provinsi Bali, terutama Kabupaten Gianyar, sudah memulai pengembangan hutan bambu untuk konservasi air dan merupakan inisiator kunci pengembangan hutan bambu bagi provinsi lain. KLH tengah mendorong lebih banyak provinsi ikut terlibat di dalam program ini.
“Indonesia mendorong bambu menjadi salah satu pilihan untuk upaya konservasi air. Pemerintah daerah tertentu sudah melakukannya, seperti di Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali, yang memiliki lahan bambu sekitar 500 hektar. Cibinong di Jawa Barat juga sudah mengembangkan segala jenis bambu untuk berbagai fungsi,” jelas Hermono.
Bambu Apus (Gigantochloa apus) |
Disamping memiliki manfaat ekologis, pelestarian sumber air baku dan berbagai kebutuhan lain, bambu juga memilik nilai ekonomis yang tinggi. Pihak KLH menyatakan masing-masing daerah memiliki luas lahan yang cukup, namun selama ini kurang dimanfaatkan.
“Indonesia mendorong bambu menjadi salah satu pilihan untuk upaya konservasi air. Pemerintah daerah tertentu sudah melakukannya, seperti di Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali, yang memiliki lahan bambu sekitar 500 hektar. Cibinong di Jawa Barat juga sudah mengembangkan segala jenis bambu untuk berbagai fungsi,” jelas Hermono.
Disamping memiliki manfaat ekologis, pelestarian sumber air baku dan berbagai kebutuhan lain, bambu juga memilik nilai ekonomis yang tinggi. Pihak KLH menyatakan masing-masing daerah memiliki luas lahan yang cukup, namun selama ini kurang dimanfaatkan.