Lingkungan

Pelestarian Lingkungan Sebagai Sarana Pencegahan Bencana Alam

Murka alam dalam wujud bencana alam seolah telah menjadi rutinitas yang dihadapi dalam kehidupan rakyat dan bangsa Indonesia. Pada setiap musim hujan kita selalu mengalami bencana sebagai rutinitas tahunan seperti terjadinya bencana tanah longsor, banjir dan banjir bandang dibeberapa daerah. Sedang pada saat musim kemarau akan ditemui bencana kebakaran hutan dan lahan, kekeringan, gagal panen. Belum lagi terjadinya bencana alam akibat kondisi geologi alam wilayah Indonesia yang rawan terjadi gempa, tsunami dan letusan gunung berapi. Bencana banjir dan banjir bandang serta tanah longsor di sebagian wilayah Indonesia sepanjang januari sampai juni 2006 adalah contoh terkini dari kejadian tersebut. Dalam mengatasi masalah tersebut pemerintah masih terkesan seperti “pemadam kebakaran”, berupaya memadamkan api setelah terjadi kebakaran, berupaya menangani bencana setelah bencana terjadi, bukannya melakukan optimalisasi langkah pencegahan dan minimalisasi kemungkinan timbulnya bencana. Disamping itu masih sering terjadi kekisruhan dalam koordinasi penanganan bencana yang akan ditangani oleh masing-masing sektor serta perencanaan penanganan bencana secara jangka panjang. Dalam sebagian besar bencana-bencana tersebut biasanya orang, baik yang awam maupun ahli selalu menghubungkannya dengan keberadaan hutan. Segala sesuatu yang terkait dengan hutan baik itu institusi pemerintah (Departemen Kehutanan, KLH, Dinas kehutanan, Bapedalda), NGO/LSM, Swasta (pengelola atau pemanfaat hutan) maupun masyarakat biasanya akan menyuarakan pandangan, kritik dan sarannya masing-masing. Namun sangat jarang muncul usulan atau gagasan konkret yang dapat membantu mengatasi masalah secara berkesinambungan.
Telah banyak teori dan pengalaman dari negara lain yang dilontarkan para ahli untuk membantu mengatasi dan mencegah bencana melalui manajemen pengelolaan bencana, Managemen pengelolaan sampah itu bisa bermacam-macam mulai dari penanganan kemungkinan terjadinya bencana, penanganan selama bencana sampai penanganan pasca bencana. Pemerintah telah mencoba menerapkan beberapa langkah penanganan antisipasi bencana, namun sekali lagi belum nampak hasil pencegahan timbulnya bencana alam secara efektif. Contoh: penanganan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) prioritas, pembuatan bangunan pengendali banjir (dam, waduk, talud sungai), pembuatan sudetan-sudetan sungai dll. “Concern” sektor kehutanan terhadap upaya penanggulangan bencana sebenarnya terfokus pada eksistensi dan keberadaan hutan.
Sesuai dengan UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Hutan menurut statusnya dibedakan ke dalam hutan negara, hutan hak dan hutan adat. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah, hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah, sedang hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Oleh UU tersebut, penguasaan hutan negara diberikan kepada penyelenggara negara (Pemerintah) untuk diurus demi pencapaian kemakmuran rakyat Indonesia.
Sesuai fungsinya hutan negara dibedakan ke dalam hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi. Oleh karena itu rusak dan terdegradasinya hutan negara yang saat ini mencapai sekitar 59,7 juta Ha dari luasan keseluruhan 120,3 juta Ha, dengan laju kerusakan 2,8 juta ha/tahun menjadi tanggung jawab Pemerintah, yang pada kenyataannya hingga saat ini hutan-hutan tersebut terus mengalami rongrongan dari aktifitas-aktifitas illegal.
Upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah melalui penataan pengusahaan hutan, rehabilitasi hutan dan lahan, perlindungan dan konservasi kawasan, seolah tidak dapat mengimbangi laju kerusakan yang terjadi, sehingga menjadi logis apabila kejadian bencana alam masih sering terjadi. Membangun Hutan Rakyat Sebenarnya ada potensi tersembunyi yang sangat besar untuk ikut mengimbangi tingkat kerusakan hutan yang semakin besar tersebut, yaitu keberadaan hutan hak atau secara umum kita sebut sebagai hutan rakyat. Berdasarkan data yang diolah oleh BPS yang bekerja sama dengan Departemen Kehutanan (walaupun data tersebut tidak memperlihatkan potensi luasan hutan rakyat) menunjukkan besarnya potensi hutan rakyat tersebut. Data tersebut memperlihatkan bahwa terdapat rata-rata sekitar 3,43 juta penduduk yang mengusahakan hutan rakyat dengan jumlah pohon dari 10 jenis tanaman yang didata (akasia, bambu, cendana, jati, mahoni, pinus, sengon, rotan, sonokeling dan sungkai) mencapai sekitar 238,76 juta pohon/rumpun. Apabila diasumsikan secara kasar jarak tanamnya 4 x 4 meter, maka diprediksi terdapat hutan rakyat seluas 380 ribu Ha, memang kelihatannya kecil, namun perlu dicatat bahwa yang diolah baru 10 jenis pohon dari sekitar 20 jenis pohon yang diusahakan oleh rakyat, serta belum termasuk potensi tanaman tahunan buah-buahan.
Pemerintah sendiri melalui Departemen Kehutanan sejak beberapa tahun lalu sebenarnya telah melakukan upaya fasilitasi pembangunan hutan rakyat, namun gaungnya belum begitu nampak secara nasional, sehingga pengembangan potensi hutan rakyatnya belum optimal. Oleh karena itu mencegah bencana alam dengan mengedepankan pembangunan hutan rakyat layak dijadikan salah satu pilihan efektifitas pencegahan bencana alam. Mendorong peningkatan pembangunan hutan rakyat sebenarnya bukan hanya dikarenakan oleh besar potensinya saja, tetapi memuat dan mengandung alasan-alasan logis akan terjaminnya keberhasilan pembangunannya. Pertama, penanaman tanaman tahunan yang dilakukan oleh masyarakat di lahan miliknya sendiri, hampir dapat dipastikan akan dilandasi oleh alasan-alasan konkret dan logis secara ekonomis mengapa mereka mau menanam. Hal ini dengan sendirinya akan diikuti oleh rasa memiliki (“sense of belonging”) dari masyarakat itu sendiri terhadap eksistensi tanamannya, sehingga mereka akan selalu merawat, menjaga dan melindungi tanamannya tersebut. Alasan ekonomis yang secara umum dapat dikedepankan adalah bahwa tanaman tahunan tersebut dapat dijadikan tabungan (“saving”) yang sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan untuk keperluan-keperluan jangka panjang. Kedua, Peningkatan luasan hutan rakyat juga telah menjadi salah satu priotitas kebijakan pembangunan pemerintah (Departemen Kehutanan) sejak Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu. Departemen Kehutanan telah berkomitmen untuk menfasilitasi pembangunan hutan rakyat seluas 2 juta Ha sampai dengan tahun 2009 (seperti disebutkan dalam Rencana Strategis Departemen Kehutanan tahun 2005-2009).
Komitmen ini tentunya akan dibarengi dengan langkah-langkah kebijakan lanjutan dan khususnya pendanaan untuk ikut mendorong terwujudnya perluasan hutan rakyat, salah satunya adalah pengerahan sebagian dana untuk gerakan rehabilitasi hutan dan lahan (GERHAN) untuk membangun hutan rakyat. Ketiga, keberhasilan semakin meluasnya hutan rakyat akan ikut menambah besaran lahan/areal yang bervegetasi hutan pada lahan-lahan diluar hutan negara, dengan demikian coverage tanaman tahunan akan bertambah dalam skala nasional. Bertambahnya penutupan hutan secara nasional akan diyakini akan ikut memberi andil dalam pencegahan bencana alam. Keberhasilan pencegahan bencana alam melalui pembangunan hutan rakyat akan sangat ditentukan pula oleh dukungan pemetaan potensi lahan-lahan rawan bencana alam, khususnya yang berada di luar hutan negara. Kejelasan posisi daerah-daerah rawan bencana akan membantu penentuan lokasi-lokasi pembangunan hutan rakyat. Disamping itu untuk memberikan dorongan kepada masyarakat agar membangun hutan rakyat di lahan miliknya, pemerintah perlu melakukan langkah-langkah inovatif, antara lain dengan menetapkan insentif-insentif bagi masyarakat yang menanami lahannya dengan tanaman tahunan, misal: tanah yang ditanami tidak ditarik Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), menyediakan bibit-bibit gratis sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitar, membebaskan perdagangan kayu rakyat dari pungutan-pungutan seperti layaknya dalam perdagangan kayu umumnya.
Keberhasilan pembangunan hutan rakyat diharapkan memberi efek berganda mulai dari berkurangnya bencana alam, meluasnya penutupan (“coverage”) lahan secara nasional, ikut andil dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat sampai sebagai pendukung penentuan indikator kesuksesan kinerja pemerintah. * Perencana Madya Pada Pusat Rencana dan Statistik Kehutanan,

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Time limit is exhausted. Please reload the CAPTCHA.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.