Lingkungan

Pemberdayaan… Masihkah Diperlukan?

Menuju penutupan tahun anggaran 2012, pantaslah kita untuk bebenah diri dan lingkungan. Bukan untuk mencari siapa yang salah dan siapa yang benar, atau ini salah siapa atau siapa yang salah , atau juga saya yang paling benar dan yang lain keliru.

Mengapa tersampaikan sebagai penutupan tahun anggaran, bukan akhir tahun lalu tahun baru. Hal ini mengingatkan saya pada program pemberdayaan yang berlangsung tahun 2003, saat pertama kali di lounching program P2KP oleh Pemerintah Pusat. Dengan mengambil judul P2KP 1-2, mulailah masyarakat melalui kader masyarakat dibina oleh fasilitator kelurahan (faskel), berembug membuat pola dasar sesuai dengan buku pedoman proyek.

Untuk membuat satu tatanan kemandirian masyarakat untuk menjadi berdaya, lewat serangkaian proses rumit membuat aturan dasar (AD ART), membuat peralatan penggerak (BKM) serta bergerak bersama memlalui aturan antara (karena masih dipandu oleh   fasilitator kelurahan / faskel) menuju target proyek lewat permodalan yang dianggarkan di APBD (Bantuan Langsung kepada Masyarakat / BLM).

Berlangsung selama lebih kurang 10 tahun, lewat berbagai perombakan atau modifikasi aturan dan peralatan baru (review-review,  Rembug Warga Tahunan dan Pemilu BKM), P2KP yang kemudian berganti baju (meminjam istilah tetangga sebelah) menjadi PNPM Mandiri Perkotaan mulai tahun 2007 secara sengaja telah membuahkan hasil. Yaitu masyarakat yang berdaya. Namun keberdayaan yang dicapai masihlah rentan, dikarenakan faktor permodalan. Atau masyarakat bergerak apabila diberi modal, atau keberdayaan kapital. Inilah yang kemudian menjadi jurang pembeda antara yang maunya sosial dan yang maunya mencari keuntungan. Namun melihat pada sisi baiknya, tidaklah bijak kalau kita mempertentangkan kapitalis dan sosialis.

Itulah kemudian secara bijak patutlah kiranya akhir tahun ini kita namakan akhir tahun anggaran. Dalam artian khusus inginlah saya mengajak pemerhati kelembagaan masyarakat dalam sisi anggaran. Atau seberapa mempu masyarakat, pribadi atau kelembagaan mengelola modal / BLM untuk sebesar-besarnya kemanfaatannya bagi masyarakat. Beberapa penguatan dalam program keberdayaan, termasuk transparansi akuntabilitas masih rentan untuk diperdebatkan.

Masihkah kita masih beresiko dalam membangun daerah kita lewat pemerataan pembangunan, ataukah masihkah ada harapan masyarakat diberikan keleluasaan lewat pola madani. Artinya masyarakatlah yang akan memutuskan dan melaksanakan, sedang kelompok peduli akan berposisi sebagai monitoring dan akan memberikan solusi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat kelurahan dalam konteks small area. 
Mari perjuangkan bersama 
Mari berkembang, bersama berprestasi 
Tumbuh Harmonis ber-Etika 
(RPA).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Time limit is exhausted. Please reload the CAPTCHA.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.